Minggu, 11 Mei 2008

Love for Rent

Perempuan itu berdiri di depan pintu. Mengenakan busana rumahan, seolah tinggal disana. Ku bertanya apakah seorang teman dekat ada di rumah tersebut. Setahuku ia tinggal sendiri dan masih melajang.
Perempuan itu berkata, “Ia tak ingin menemuimu. Ia memintaku bilang kalau ia sedang pergi,” jawabnya.
“Oh ya? Lantas Anda siapanya?” tanyaku ingin tahu hubungan perempuan itu dengan kenalanku yang orang asing ini.
“Saya istrinya,” jawabnya singkat dan membuatku terperangah.

Esoknya, ku bertanya kepada kenalanku. Mengapa ia mesti berbohong kalau ia sudah memiliki istri. Mengapa ia menutup-nutupi fakta ini. Jawabnya santai saja,” Aku menikah dengannya karena perusahaanku membutuhkan orang yang bisa membantuku menjalankan bisnisku di Indonesia. Ternyata ia tak keberatan. Kami menikah bukan karena cinta. Jadi karena itu, aku belum merasa menikah sungguhan,” katanya ringan.

Entah ia berkata jujur atau tidak, aku tak tahu. Karena teman buleku yang satu ini memang luar biasa bualannya. Bisa jadi ia berkata demikian karena ingin mendapatkan perhatian khusus dariku, atau memang ada kontrak antara ia dengan perempuan itu. I don’t know and i don’t care.

Mungkin bagi sebagian orang, memiliki hubungan khusus dengan laki-laki asing (foreigner) adalah suatu kebanggaan. Digandeng bule ganteng bikin mata orang lain tak henti melirik. Gengsi jadi melambung, bo! Benarkah suatu keberuntungan atau justru bisa bawa masalah?

Aku hanya mangut-mangut terpaku dan tak habis pikir tentang perkawinan kontrak. Karena tak cinta maka masih sah saja menurut kenalanku ini jika ia main sana-sini, lirik sana-sini, dan main gila dengan perempuan lain.
Tak henti ku bertanya dalam hati, bagaimana cinta bisa di”kontrak”kan? Seperti rumah saja, Love for sale atau Love for rent? Jika seperti ini bagaimanakah posisi perempuan?

Fenomena kawin kontrak sebenarnya bukan hal baru. Hal ini banyak terjadi di wilayah yang ”kaya” potensi uang untuk orang asing. Misalnya bisnis yang melibatkan ekspor-impor, seperti bisnis furniture. Setahuku di Jepara, banyak pasangan WNI-WNA melakukan kawin kontrak. Selama ini buatku kawin kontrak hanya sekedar wacana. Kini hal ini terjadi persis di depan mataku dan membuatku jadi berpikir tentang banyak hal.

Apa yang ada di kepala pasangan itu ketika melakukan kawin kontrak? Jelas buat si bule adalah jaminan tinggal di Indonesia, kemudahan melakukan bisnis, dan urusan lain karena adanya ”shelter” di negeri ini. Lantas buat si Indonesia (biasanya perempuan) keuntungan yang jelas nampak di depan mata adalah keuntungan finansial. Tak hanya itu gengsi pun jadi melonjak karena berhasil menggaet bule jadi pasangan hidup.

Ada banyak cerita yang ku tahu dari beberapa sahabat tentang cerita pasangan yang melakukan kawin kontrak. Seorang rekan bercerita salah satu anggota keluarganya melakukan kawin kontrak dengan seorang WNA dari Amerika. Ia berhasil menggondol beberapa mobil mewah, dua rumah mewah, dan beberapa aset lain milik bule tersebut. Harap maklum hampir semua aset atas nama istrinya. Sampai di pengadilan pun, istrinya tetap berhak atas (sebagian) harta tersebut. Sesuai hukum yang berlaku, jika terjadi perceraian maka harta yang dimiliki setelah menikah adalah gono-gini.

Lantas ada lagi cerita lain. Kalau kontrak berakhir, namun terlanjur cinta? Menurut cerita seorang teman, ada pula sahabatnya yang melakukan kawin kontrak. Begitu kontrak berakhir dan si bule balik ke negaranya, padahal perempuan Indonesia ini sudah terlanjur cinta mati. Apa mau dikata...tetap saja, perjanjian tetap perjanjian. tak ada urusan dengan hati. Meski cinta tetap saja say goodbye is a must. Patah hati, deh.

Ada pula pasangan kawin kontrak yang nikah baik-baik, pisah baik-baik, no hard feeling. Ada juga yang bahkan melanjutkan kontraknya jadi seumur hidup, alias menikah beneran nggak hanya karena kontrak semata. Ada pula seperti kenalanku yang istrinya cinta mati dengannya, namun karena buatnya ini semua hanya kontrak, ya ia tetap bebas bersenang-senang.

Pernikahan adalah satu hubungan yang seringkali amat rumit. Ketika dua orang menginginkan dan keadaan memungkinkan, kawin kontrak is fine. Namun bagaimana jika sudah ada keturunan? Tentu bisa runyam jika pernikahan didasarkan pada kontrak semata. Setahuku di Indonesia sudah diupayakan anak WNI-WNA bisa memiliki 2 nationality alias jadi warga negara asal ayah dan ibunya. Entah sudah jadi undang-undangnya atau belum. Semoga saja bisa segera direalisasikan. Jadi tak semata-mata mengikuti garis ayah saja. Ini tak hanya melindungi sang anak, namun juga ibu yang WNI.

In my sight:

Mengenal kehidupan orang asing membuatku agak “sesak napas” jika membayangkan hidup bersama. Why? Alasan utamanya adalah shock culture.

Menikah dengan bule, mesti punya rasa toleransi yang lebih besar satu sama lain dibandingkan jika berhubungan atau menikah dengan orang senegara. Belum lagi kemungkinan kendala bahasa, keluarga, gaya hidup, dll. Lebih banyak yang mesti diupayakan dalam cinta dua negara. Untuk urusan kawin kontrak, semua kembali lagi ke kepribadian masing-masing. Semoga kebahagiaan tak hanya sekedar pada penampilan fisik dan materi saja, namun juga merasuk ke dalam hati, paling tidak sepanjang kontrak berlangsung.

Jika Anda hendak menikah dengan orang asing, tak ada salahnya pelajari lagi motif pribadi di balik alasan cinta. Sahkan segera status suami-istri dengan pasangan orang asing itu ke lembaga resmi baik di Indonesia maupun negara asal pasangan. Jangan lupa juga pelajari hukum negara pasangan terutama tentang pernikahan. Jangan sampai Anda hanya jadi ”kuda tunggangan” yang dimanfaatkan. Jika memang Anda akan melakukan pernikahan dengan perjanjian ”kontrak” pikirkan dengan matang apa untung ruginya buat Anda.

Teman, buatku, menikah adalah urusan hati dan masa depan. Cinta boleh jadi membutakan hati, namun pikiran tetap clear.
Bila ada di antara Anda yang baca tulisan ini and mau share tentang suka duka kawin kontrak, boleh juga. Ini akan jadi tambahan wacana buatku dan juga pembaca blog ini. Maklum, aku juga hanya tahu sedikit tentang hal ini.

Jika umur terus beranjak dan pasangan hidup tetap belum didapat. Semoga Allah memberikan kemudahan untuk menemukan cinta sejati Anda. Never stop believing!

Love is not for rent, is it?

Tidak ada komentar: